Etika Dalam Kegiatan Public Relations
Telah kita ketahui ciri hakiki manusia bukanlah dalam hal pengertian
wujud manusia (human being), melainkan proses rohaniah yang tertuju
kepada kebahagiaan yang menyangkut watak, sifat, perangai, kepribadian,
tingkah laku dan lain-lain, serta aspek-aspek yang menyangkut kejiwaan
yang terdapat dalam diri manusia (Soekotjo, 1993:102).
Menurut Soekotjo (1993), karena itu dalam konteks hubungan di Indonesia,
yang baik terlebih lagi sebagai insan PR, maka akan tampak betapa
pentingnya faktor etika. Disebut orang penting karena sebelum
melaksanakan hubungan manusia, sikap etis harus tercermin terlebih
dahulu pada diri seorang humas yang profesinya banyak menyangkut
hubungan manusia.
Terlebih lagi sebagai manusia Indonesia, yang sifat paternalistiknya
masih tampak di mana-mana, sikap etis seorang pemimpin terhadap
bawahannya menjadi sangat penting karena seorang pemimpin harus
mencerminkan sikap seorang panutan yang akan disegani oleh bawahan dan
rekan-rekan sekerjanya. Aturan pertama dan pokok dari segala etika: Do
what you want from others do to you?.
Dalam hubungannya dengan kegiatan manajemen perusahaan sikap etislah
yang harus ditunjukkan seorang humas dalam profesinya sehari-hari.
Seorang humas harus menguasai etika-etika yang umum dan tidak umum
antara lain:
1) Good communicator for internal and external public
2) Tidak terlepas dari faktor kejujuran (integrity) sebagai landasan utamanya
3) Memberikan
kepada bawahan/karyawan adanya sense of belonging dan sense of wanted
pada perusahaannya (membuat mereka merasa diakui/dibutuhkan)
4) Etika sehari-hari dalam berkomunikasi dan berinteraksi harus tetap dijaga
5) Menyampaikan informasi-informasi penting kepada anggota dan kelompok yang berkepentingan
6) Menghormati prinsip-prinsip rasa hormat terhadap nilai-nilai manusia
7) Menguasai teknik dan cara penanggulangan kasus-kasus, sehingga dapat memberikan keputusan, dan pertimbangan secara bijaksana
8) Mengenal batas-batas yang berdasarkan pada moralitas dalam profesinya
9) Penuh dedikasi dalam profesinya
10) Menaati kode etik humas.
Etika Kehumasan atau Etika Profesi Humas merupakan bagian dari bidang
etika khusus atau etika terapan yang menyangkut dimensi sosial,
khususnya bidang profesi (Etika Profesi Humas). Kegiatan Humas atau
profesi Humas (Public Relations Professional), baik secara kelembagaan
atau dalam struktur organisasi (PR by Function) maupun individual
sebagai penyandang profesional Humas (PRO by Professional) berfungsi
untuk menghadapi dan mengantisipasi tantangan ke depan, yaitu pergeseran
system pemerintahan otokratik menuju sistem reformasi yang lebih
demokratik dalam era globalisasi yang ditandai dengan munculnya
kebebasan pers, mengeluarkan pendapat, opini dan berekspresi yang lebih
terbuka, serta kemampuan untuk berkompetitif dalam persaingan dan pasar
bebas, khususnya di bidang jasa teknologi informasi dan bisnis lainnya
yang mampu menerobos (penetration) batas-batas wilayah suatu Negara
(borderless), dan sehingga dampaknya sulit dibendung oleh negara lain
sebagai target sasarannya.
Etika dalam industri PR juga dapat dikatakan dengan etika sosial. Etika
sosial adalah menyangkutkan hubungan manusia yang mempunyai sikap kritis
terhadap setiap pandangan-pandangan dunia dan ideologi-ideologi maupun
tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Dalam pengertian
etika sosial ini juga berkaitan dengan etika profesi, etika profesi
adalah aturan-aturan yang berkaitan dengan bidang yang sangat
dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang
bekerja tetap dan sesuai, tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh
dari pendidikan dan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi
perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan,
dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Prinsip-prinsip Etika Profesi Public Relations
Tuntutan profesional sangat erat dengan suatu kode etik setiap profesi.
Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk
suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi
yang paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja
prinsip-prinsip etika pada umumnya yang berlaku bagi semua orang, juga
berlaku bagi profesional sejauh mereka adalah manusia (Kerap, 1998:44).
Menurut Kerap, ada 4 prinsip etika profesi dalam Public Relation, yaitu :
1). Prinsip tanggung jawab adalah salah satu prinsip bagi kaum
profesional. Bahkan sedemikian pokoknya sehingga seakan tidak harus lagi
dikatakan. Karena, sebagaimana diuraikan di atas, orang yang
profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung
jawab. Pertama bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap
kehidupan dan kepentingan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang
yang dilayaninya.
2). Prinsip kedua adalah prinsip keadilan. Prinsip ini terutama menuntut
orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak
merugikan hak dan kepentingan tertentu, khususnya orang yang dilayaninya
dalam rangka profesinya.
3). Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip
yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka
diberi kebebasan sepenuhnya menjalankan profesinya. Sebenarnya ini
merupakan konsekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Hanya saja
prinsip otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi
dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan
moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan
masyarakat. kedua, otonomi itu juga dibatasi dalam pengertian bahwa
kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonomi kaum
profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut
campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan
umum.
4). Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat ciri-ciri profesi di
atas, terlihat jelas bahwa orang yang profesional juga orang yang punya
integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena itu punya komitmen
pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga
kepentingan orang lain atau masyarakat.
Etika dan Citra (Image) Dalam Public Relations
Pentingnya pemahaman etika bagi para pejabat humas karena menyangkut
penampilan (profile) dalam rangka menciptakan dan membina citra (image)
organisasi yang diwakilinya.
Dua konsep penting dari humas tersebut diidentifikasikan oleh G.Sachs
dalam karyanya The Extent and Intention of PR/Information Activities
sebagai berikut: “Citra (image) adalah pengetahuan mengenai kita
sikap-sikap terhadap kita yang mempunyai kelompok-kelompok kepentingan
yang berbeda. Penampilan (profile) adalah pengetahuan mengenai suatu
sikap terhadap kita yang kita inginkan mempunyai ragam kelompok
kepentingan”.
Penjelasan G. Sachs, yang disitir Effendy (1998), dapat disimak bahwa
citra adalah dunia sekeliling kita yang memandang kita. Penampilan
adalah definisi kita sendiri dari titik pandang mengenai kita. Sifat
penampilan selalu berorientasi ke masa depan, dan citra menimbulkan efek
tertunda serta menjadi subyek berbagai kendala dan gangguan. Sehubungan
dengan informasi dan komunikasi itu, timbul beberapa pertanyaan:
informasi apa yang dikomunikasikannya, siapa yang mengkomunikasikannya,
siapa yang menjadikan sasaran komunikasinya, dan lain sebagainya.
Dalam hubungannya dengan citra penampilan, tampak bahwa citra dan
penampilan tidak pernah serupa dan tidak pernah tepat. Citra menjadi
sasaran faktor-faktor yang sama sekali di luar kontrol kita. Mengenai
faktor-faktor yang dapat kita pengaruhi dan yang mempengaruhi citra
kita, jelas bahwa kegiatan pengkomunikasian informasi yaitu cara
menyalurkan penampilan kita sangatlah penting karena merupakan kebijakan
informasi.
Citra dan penampilan dalam kaitannya dengan etika dan nilai-nilai moral
sudah disadari dan dipermasalahkan sejak lama, sejak humas
dikonseptualisasikan, lebih–lebih setelah didirikan International Public
Relation Association (IPRA). IPRA Code of Conduct, yaitu kode etik atau
kode perilaku dari organisai humas internasional itu, diterima dalam
konvensinya di Venice pada bulan Mei 1961. Berikut ini adalah ikhtisar
dari kode etik tersebut.
1). Integritas pribadi dan profesional (standar moral yang tinggi), reputasi yang sehat, ketaatan pada konstitusi dan kode IPRA.
2). Perilaku klien dan karyawan:
• Perlakuan yang adil terhadap klien dan karyawan.
• Tidak mewakili kepentingan yang berselisih bersaing tanpa persetujuan.
• Menjaga kepercayaan klien dan karyawan.
• Tidak menerima upah, kecuali dari klien lain atau majikan lain.
• Menjaga kompensasi yang tergantung pada pencapaian suatu hasil tertentu.
3). Perilaku terhadap publik dan media:
• Memperhatikan kepentingan umum dan harga diri seseorang
• Tidak merusak integritas media komunikasi
• Tidak menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan
• Memberikan gambaran yang dapat dipercaya mengenai organisasi yang dilayani
• Tidak
menciptakan atau menggunakan pengorganisasian palsu untuk melayani
kepentingan khusus atau kepentingan pribadi yang tidak terbuka.
4). Perilaku terhadap teman sejawat:
• Tidak melukai secara sengaja reputasi profesional atau praktek anggota lain.
• Tidak berupaya mengganti anggota lain dengan karyawannya atau kliennya.
• Bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan kode etik ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar