Jumat, 24 Mei 2019

Etika Public Relation


Etika Dalam Kegiatan Public Relations
Telah kita ketahui ciri hakiki manusia bukanlah dalam hal pengertian wujud manusia (human being), melainkan proses rohaniah yang tertuju kepada kebahagiaan yang menyangkut watak, sifat, perangai, kepribadian, tingkah laku dan lain-lain, serta aspek-aspek yang menyangkut kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia (Soekotjo, 1993:102).
Menurut Soekotjo (1993), karena itu dalam konteks hubungan di Indonesia, yang baik terlebih lagi sebagai insan PR, maka akan tampak betapa pentingnya faktor etika. Disebut orang penting karena sebelum melaksanakan hubungan manusia, sikap etis harus tercermin terlebih dahulu pada diri seorang humas yang profesinya banyak menyangkut hubungan manusia.
Terlebih lagi sebagai manusia Indonesia, yang sifat paternalistiknya masih tampak di mana-mana, sikap etis seorang pemimpin terhadap bawahannya menjadi sangat penting karena seorang pemimpin harus mencerminkan sikap seorang panutan yang akan disegani oleh bawahan dan rekan-rekan sekerjanya. Aturan pertama dan pokok dari segala etika: Do what you want from others do to you?.
Dalam hubungannya dengan kegiatan manajemen perusahaan sikap etislah yang harus ditunjukkan seorang humas dalam profesinya sehari-hari. Seorang humas harus menguasai etika-etika yang umum dan tidak umum antara lain:
1) Good communicator for internal and external public
2) Tidak terlepas dari faktor kejujuran (integrity) sebagai landasan utamanya
3) Memberikan kepada bawahan/karyawan adanya sense of belonging dan sense of wanted pada perusahaannya (membuat mereka merasa diakui/dibutuhkan)
4) Etika sehari-hari dalam berkomunikasi dan berinteraksi harus tetap dijaga
5) Menyampaikan informasi-informasi penting kepada anggota dan kelompok yang berkepentingan
6) Menghormati prinsip-prinsip rasa hormat terhadap nilai-nilai manusia
7) Menguasai teknik dan cara penanggulangan kasus-kasus, sehingga dapat memberikan keputusan, dan pertimbangan secara bijaksana
8) Mengenal batas-batas yang berdasarkan pada moralitas dalam profesinya
9) Penuh dedikasi dalam profesinya
10) Menaati kode etik humas.
Etika Kehumasan atau Etika Profesi Humas merupakan bagian dari bidang etika khusus atau etika terapan yang menyangkut dimensi sosial, khususnya bidang profesi (Etika Profesi Humas). Kegiatan Humas atau profesi Humas (Public Relations Professional), baik secara kelembagaan atau dalam struktur organisasi (PR by Function) maupun individual sebagai penyandang profesional Humas (PRO by Professional) berfungsi untuk menghadapi dan mengantisipasi tantangan ke depan, yaitu pergeseran system pemerintahan otokratik menuju sistem reformasi yang lebih demokratik dalam era globalisasi yang ditandai dengan munculnya kebebasan pers, mengeluarkan pendapat, opini dan berekspresi yang lebih terbuka, serta kemampuan untuk berkompetitif dalam persaingan dan pasar bebas, khususnya di bidang jasa teknologi informasi dan bisnis lainnya yang mampu menerobos (penetration) batas-batas wilayah suatu Negara (borderless), dan sehingga dampaknya sulit dibendung oleh negara lain sebagai target sasarannya.
Etika dalam industri PR juga dapat dikatakan dengan etika sosial. Etika sosial adalah menyangkutkan hubungan manusia yang mempunyai sikap kritis terhadap setiap pandangan-pandangan dunia dan ideologi-ideologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Dalam pengertian etika sosial ini juga berkaitan dengan etika profesi, etika profesi adalah aturan-aturan yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap dan sesuai, tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan dan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
 Prinsip-prinsip Etika Profesi Public Relations 
Tuntutan profesional sangat erat dengan suatu kode etik setiap profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip etika pada umumnya yang berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi profesional sejauh mereka adalah manusia (Kerap, 1998:44).
Menurut Kerap, ada 4 prinsip etika profesi dalam Public Relation, yaitu :
1). Prinsip tanggung jawab adalah salah satu prinsip bagi kaum profesional. Bahkan sedemikian pokoknya sehingga seakan tidak harus lagi dikatakan. Karena, sebagaimana diuraikan di atas, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya.
2). Prinsip kedua adalah prinsip keadilan. Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan tertentu, khususnya orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya.
3). Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan konsekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Hanya saja prinsip otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. kedua, otonomi itu juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonomi kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan umum.
4). Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang profesional juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena itu punya komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain atau masyarakat.
Etika dan Citra (Image) Dalam Public Relations
Pentingnya pemahaman etika bagi para pejabat humas karena menyangkut penampilan (profile) dalam rangka menciptakan dan membina citra (image) organisasi yang diwakilinya.
Dua konsep penting dari humas tersebut diidentifikasikan oleh G.Sachs dalam karyanya The Extent and Intention of PR/Information Activities sebagai berikut: “Citra (image) adalah pengetahuan mengenai kita sikap-sikap terhadap kita yang mempunyai kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda. Penampilan (profile) adalah pengetahuan mengenai suatu sikap terhadap kita yang kita inginkan mempunyai ragam kelompok kepentingan”.
Penjelasan G. Sachs, yang disitir Effendy (1998), dapat disimak bahwa citra adalah dunia sekeliling kita yang memandang kita. Penampilan adalah definisi kita sendiri dari titik pandang mengenai kita. Sifat penampilan selalu berorientasi ke masa depan, dan citra menimbulkan efek tertunda serta menjadi subyek berbagai kendala dan gangguan. Sehubungan dengan informasi dan komunikasi itu, timbul beberapa pertanyaan: informasi apa yang dikomunikasikannya, siapa yang mengkomunikasikannya, siapa yang menjadikan sasaran komunikasinya, dan lain sebagainya.
Dalam hubungannya dengan citra penampilan, tampak bahwa citra dan penampilan tidak pernah serupa dan tidak pernah tepat. Citra menjadi sasaran faktor-faktor yang sama sekali di luar kontrol kita. Mengenai faktor-faktor yang dapat kita pengaruhi dan yang mempengaruhi citra kita, jelas bahwa kegiatan pengkomunikasian informasi yaitu cara menyalurkan penampilan kita sangatlah penting karena merupakan kebijakan informasi.
Citra dan penampilan dalam kaitannya dengan etika dan nilai-nilai moral sudah disadari dan dipermasalahkan sejak lama, sejak humas dikonseptualisasikan, lebih–lebih setelah didirikan International Public Relation Association (IPRA). IPRA Code of Conduct, yaitu kode etik atau kode perilaku dari organisai humas internasional itu, diterima dalam konvensinya di Venice pada bulan Mei 1961. Berikut ini adalah ikhtisar dari kode etik tersebut.
1). Integritas pribadi dan profesional (standar moral yang tinggi), reputasi yang sehat, ketaatan pada konstitusi dan kode IPRA.
2). Perilaku klien dan karyawan: 
Perlakuan yang adil terhadap klien dan karyawan.
Tidak mewakili kepentingan yang berselisih bersaing tanpa persetujuan.
Menjaga kepercayaan klien dan karyawan.
Tidak menerima upah, kecuali dari klien lain atau majikan lain.
Menjaga kompensasi yang tergantung pada pencapaian suatu hasil tertentu.
3). Perilaku terhadap publik dan media: 
Memperhatikan kepentingan umum dan harga diri seseorang
Tidak merusak integritas media komunikasi
Tidak menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan
Memberikan gambaran yang dapat dipercaya mengenai organisasi yang dilayani
Tidak menciptakan atau menggunakan pengorganisasian palsu untuk melayani kepentingan khusus atau kepentingan pribadi yang tidak terbuka.
4). Perilaku terhadap teman sejawat: 
Tidak melukai secara sengaja reputasi profesional atau praktek anggota lain.
Tidak berupaya mengganti anggota lain dengan karyawannya atau kliennya.
Bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan kode etik ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

How i finish my call for paper ( Metode Penelitian Kualitatif )

  welcome back !!! Its been a longtime not see u on the blog hihi, hope y’ll keep healthy during this pandemic! Diblog kali ini aku akan b...